Blogger Widgets

Rabu, 23 Desember 2015

Makalah Semantik, Aktivitas Dolanan Bocah Banyumas





Analisis Komponen Makna dalam Aktivitas Dolanan Bocah Masyarakat Kecamatan Kemranjen, Banyumas:
Sebuah Kajian Semantik 
 Penyusun: Dina Ashlikhatul Kirom (2601413073)


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Bahasa merupakan salah satu unsur untuk mengenal/ mempelajari budaya suatu masyarakat di mana pun di dunia. Dengan kata lain, segala  hal yang ada dalam kebudayaan akan tercermin di dalam bahasa. Melalui bahasa seseorang berkomunikasi baik secara lisan dan tulisan atau verbal dan nonverbal. Fakta tersebut menyiratkan bahwa aktivitas manusia tidak terlepas dari bahasa.
Aktivitas yang dilakukan manusia itu diberikan nama oleh pengguna bahasa. Nama–nama  aktivitas tersebut kadang–kadang  lebih dari satu kata untuk satu kegiatan. Penamaan itu membentuk suatu medan makna dengan komponen–komponen, relasi, dan fitur unik tersendiri yang mampu membedakan antara satu dengan yang lain, akan tetapi tidak terlepas juga dari tumpang tindih makna yang menyebabkan ambiguitas terhadap pemakainya. Termasuk medan makna dalam penamaan aktivitas-aktivitas berkebudayaan, atau penamaan itu lama-kelamaan menjadi kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat tersebut. Seperti dalam penelitian ini tertuju pada masyarakat kecamatan Kemranjen, Banyumas.
Kebudayaan adalah seluruh gagasan manusia yang harus dibiasakan dengan belajar, beserta keseluruhan dari hasil budi dan karyanya itu (Koentjaraningrat, 1987: 9). Kebudayaan dolanan merupakan hal yang digemari semua anak-anak, termasuk anak-anak dari masyarakat Banyumas. Meskipun sampai sekarang sudah teracuni banyak hal dari luar, tetap saja dolanan itu tetap lestari di kalangan anak-anak Banyumas. Terdapat banyak leksem yang mewarnai anak-anak itu bermain. Leksem atau istilah itu menjadi kebiasaan yang memudahkan anak-anak untuk bermain. Misalkan mlumpat (dalam dolanan setringan bermaksud melompati karet atau tali), njiwit (dalam dolanan tungtungbalung berarti mengangkat tangan dengan dijiwit), nendang (dalam dolanan gendengpitu bermaksud merubuhkan pertahanan), dan lain sebagainya.
Manusia memiliki suatu anugerah berpikir. Umumnya, kemampuan kreativitas berpikir tersebut menjadi wujud sebuah kebudayaan. Salah satu di antaranya yakni budaya  memasak. Setiap suku di dunia memiliki ciri khas tersendiri dalam hal kreativitas memasak meskipun mereka sudah hidup berdampingan dalam kurun waktu yang lama dengan suku lain. Kebiasaan nenek moyang beberapa suku di Indonesia pada masa lalu menjadi suatu kebiasaan yang mereka anut hingga saat ini. Dalam hal ini penulis akan mengkaji analisis komponen makna dalam dolanan bocah masyarakat Banyumas dan medan makna dalam dolanan bocah masyarakat Banyumas.
Penelitian terhadap konsep makna dengan berbagai teori semantik sudah banyak dilakukan. Misalnya: Setiyanto dkk (1997) melakukan analisis medan makna aktivitas tangan bahasa Jawa, Ardhany (2010) menganalisis komponen makna slang dalam album Snop Dog, Kartika (2007) meneliti konsep warna dalam bahasa Batak Toba dengan teori metabahasa semantik alami dan Nurilam (2010) pernah mengkaji medan makna aktivitas memasak dalam bahasa Perancis. Semua kajian itu berguna untuk menunjukkan bahwa kajian/ analisis komponen makna terhadap aktivitas dolanan bocah dalam bahasa jawa Banyumasan belum pernah dilakukan penelitian tersebut. Jadi, perlu kiranya penulis melakukan penelitian terhadap leksem–leksem  pembentuk aktivitas dolanan bocah masyarakat Banyumasan tersebut. Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat menemukan konsep makna khususnya di dibidang aktivitas yang dikaji.

1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar  belakang yang sudah dipaparkan, permasalahan dalam penelitian ini ada dua, yakni:
1.      Bagaimanakah komponen makna aktivitas dolanan bocah masyarakat Banyumasan?
2.      Bagaimanakah medan makna aktivitas dolanan bocah masyarakat Banyumasan?

1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini yakni mengungkap fitur semantis mengenai medan makna, ciri–ciri  komponen atas leksem–leksem aktivitas dolanan bocah masyarakat Banyumasan.

1.4 Manfaat Penelitian
1.      Memberikan pengetahuan mengenai komponen makna dalam aktivitas dolanan bocah mayarakat Banyumasan.
2.      mperkaya penelitian semantik bahasa Jawa khususnya bidang komponen makna.
3.      Sebagai bahan bacaan dan referensi untuk peneliti–peneliti  lain dalam penerapan analisis komponen makna.
4.      Masukan terhadap masayarakat Jawa Banyumasan sebagai penutur agar lebih memahami dan melestarikan bahasa daerah sendiri sebagai kearifan lokal.




BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Terdahulu
2.1.1. “Penelitian Setiyanto dkk (1997) melakukan analisis medan makna aktivitas tangan bahasa Jawa. Penelitian tersebut dapat dijadikan acuan karena sama-sama mengkaji bahasa sebuah aktivitas dengan menggunakan bahasa Jawa. Namun bahasa Jawa yang dikaji berbeda dengan penelitian ini. Hal itu dikarenakan penelitian ini membahas bahasa Jawa Banyumasan sedangkan Setiyanto dkk membahas aktivitas dalam bahasa Jawa secara keseluruhan.
2.1.2. “Ardhany (2010) menganalisis komponen makna slang dalam album Snop Dog. Persamaannya yakni sama-sama menggunakan komponen makna sebagai kajiannya. Namun berbeda dalam hal perluasan pembahasan. Penelitian yang dilakukan oleh penyusun ini juga membahas medan makna. Perbedaannya juga tampak pada objek kajian. Peneliti/ penyusun menggunakan objek kajian komponen makna dalam dolanan bocah, sedangkang Ardhany menganalisis komponen makna slang dalam album Snop Dog.
2.1.3. “Wernando  Wilys  Aritonang  (2012) melakukakn penelitian mengenai komponen makna dan medan makna aktivitas memasak dalam bahasa Batak Toba dengan teori metabahasa semantik alami. Kajian dalam penelitian Wernando sama dengan penelitian ini, hanya saja berbeda dalam objek dan ruang lingkup bahasa yang diteliti.
2.1.4. “Nurilam (2010) pernah mengkaji medan makna aktivitas memasak dalam bahasa Perancis. Hampir sama dengan Wernando Wilys Aritonang, namun berbeda dalam hal ruang lingkup kajian. Nurilam lebih mendetail dalam medan makna seperti halnya yang dilakukan peneliti dalam penelitian medan makna dan komponen makna dalam dolanan bocah masyarakat Banyumas ini.
2.2. Landasan Teori
Untuk menjawab masalah pertama dalam penelitian ini, penulis menggunakan beberapa teori dari antara lain yakni: teori analisis komponen yang dikemukakan oleh Nida (dalam Sudaryat 2009:55-64), teori medan makna yang diungkapkan oleh J. Trier (dalam Parera 2004:139-140).  Analisis komponen makna yang dikemukakan Nida dipilih karena penjabarannya sangat jelas dan rinci dalam setiap penganalisisan. Pemakaian teori medan makna yang dikemukakan oleh J. Trier digunakan karena teorinya sangat cocok dengan kajian penulis.



BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan semantis.

3.2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada anak-anak masyarakat Banyumas, khususnya pada ruang lingkup daerah kecamatan Kemranjen, Banyumas.

3.3. Data Dan Sumber Data
Sebuah  penelitian  membutuhkan  data dari  sumber  yang  tepat  dan dapat dipercaya.  Data tersebut  dibagi menjadi dua yaitu data primer  dan data sekunder.  Data primer adalah data yang didapat secara langsung dari sumbernya tanpa memerlukan mediasi,  kemudian dicatat atau diambil dan dianalisis untuk pertama kalinya.  Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung dari pihak lain yang berhubungan dengan sumber dan dapat dipercaya. Data sekunder biasanya dalam bentuk dokumen–dokumen atau catatan dan mampu berperan sebagai pendukung data primer. Data sekunder berupa data dari internet, dan buku-buku pendukung lain. Untuk mendapatkan data tulis digunakan metode simak (Sudaryanto, 1993:133,135) didukung dengan teknik catat.
  




BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.Makna dan Jenis Dolanan Bocah pada Anak-anak Masyarakat Banyumas
Bermain dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007:718) merupakan melakukan sesuatu untuk bersenang-senang. Aktivitas bermain atau dolanan merupakan aktivitas yang digemari oleh anak-anak. Pendefenisian ini tidak mengurai maknanya secara mendalam hingga membuat perputaran makna kata secara berulang. Pada masyarakat Banyumas terdapat banyak leksem-leksem ataupun istilah yang hanya akan dimengerti oleh masyarakat tersebut. Hal tersebut dikarenakan semua istilah itu sudah menjadi kebudayaan dolanan yang mereka miliki.
Bermain pada waktu masih ada pada masa kanak-kanak merupakan hal yang wajar. Banyak jenis permainan yang dimainkan oleh anak-anak. Hal itu tergantung pada usia ataupun minat masing-masing personal. Ada permainan pula yang tidak memerlukan klasifikasi usia. Bahasa pada anak-anak pun masih menggunakan bahasa lugas. Tidak ada pembeda yang menyulitkan meskipun berbicara dengan anak yang berusia lebih tua. Pembeda yang dimaksudkan adalah penggunaan bahasa krama. Mereka menyamakan bahasa-bahasa mereka dalam sebuah permainan. Bahkan dapat dianggap membuat kebudayaan baru dari komponen makna dan leksem yang dimiliki.
Jenis permainan lebih mudah dibedakan dengan klasifikasi model permainan. Hal itu melihat antara penggunaan area yang luas maupun area yang cukup dalam ruangan. Permainan dengan menggunakan area yang cukup luas biasanya dilakukan dengan cara beramai-ramai dan membutuhkan peralatan tersendiri. Permainan itu antara lain: gendeng pitu (permainan menggunakan tujuh keping gendeng yang ditumpuk menjadi satu), dul-dulan (permainan menjaga benteng pertahanan yang dimainkan oleh dua kelompok besar), jonjang semut (permainan ini dilakukan dengan cara menutup salah satu orang yang menjaga dan mencari mangsa),  jonjang umpet atau petak umpet (permainan yang dilakukan dengan cara bersembunyi dan salah satu menjaga sebagai pawang), jonjang ndogrok (permainan kejar-kejaran dan melakukan pertahanan dengan ndodhok atau jongkok), dir-diran (bermain gundu), gangsingan (bermain memutar gangsing), dan setringan(permainan karet gelang).
            Adapun jenis permainan kecil yang dapat dimaksudkan menjadi permainan yang dapat dilakukan di dalam ruangan antara lain: jonjang umpet (petak umpet dalam rumah), gatheng (permainan melempar-lemparkan batu yang biasa dilakukan oleh anak perempuan), dakon (permainan menggunakan alat dakon dengan biji buah sawo/ kecik),  jamimur (permainan menggunakan tangan dan kata-kata yang tujuannya mencari satu orang yang kalah dan akhirnya mendapatkan hukuman).
4.2.Klasifikasi atau Pengelompokan Leksem
Klasifikasi leksem dapat diambil berdasarkan berbagai sudut pandang. Bisa melihat pada kriteria leksem menurut orang yang mekakukannya/ pelaku pada masyarakat kecamatan Kemranjen, Banyumas.
1.)    Masang, maksud masang disini bukan berarti memasangkan sesuatu, namun masang berarti orang itu kalah dan menjadi orang utama dalam suatu permainan. Dia yang ‘dikerjai’ oleh lawan mainnya sebagai pihak utama yang dijatuhkan
2.)    Bawang kothong, berarti orang yang ikut bermain namun tidak pernah dianggap salah. Biasanya orang yang bawang kotong merupakan seorang anak kecil yang diikutsertakan tapi belum diminta masang karena terlalu kasihan.\
3.)    Sambit, adalah orang yang sedang istirahat dalam melakukan permainan. Misalkan dalam permainan dul-dulan, anak yang sedang sambit tidak boleh diapa-apakan karena dianggap tidak ada dalam permainan. Sambit biasanya dilakukan karena orang itu terlalu lelah untuk bermain.
4.)    Lithung, merupakan sebutan orang yang ketahuan dari tempat persembunyiannya. Biasanya lithung  diberikan pada waktu tengah bermain petak umpet.
Adapun klasifikasi kedua dilakukan dengan melihat leksem itu diperuntukkan pada permainan besar. Seperti Mlumpat atau setring (melopati tali), nendhang atau nyempar (merusak, misalkan pada permainan tujuh batu), dengklek (berjalan dengan mengangkat satu kaki ke atas), ndodhok atau ndhogrok (jongkok untuk melakukan pertahanan), ngiter (berputar mengitari lokasi permainan untuk mencari orang yang masang), ngethungi (menemukan orang yang sedang bersembunyi),  mbalang atau nguncali (melempar batu pada sasaran permainan), dan lain sebagainya.
Kriteria selanjutnya melakukan klasifikasi pada leksem menurut permainan kecil. Jenis-jenis leksem itu antara lain: njiwit (memcubit sedikit kulit waktu bermain tung-tung balung), nyiting (mencubit atau menjawil sedikit rambut atau kulit pipi pada waktu membangunkan anak di permainan), dengklek (berjalan dengan mengangkat satu kaki ke atas), ngunclang (melempar biji sawo/kecik dengan tangan terbalik), nggacho (melempar batu dan menangkapnya dengan tangan),dan lain sebagainya.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa leksem yang digunakan beraktivitas yang dilakukan dalam dolanan bocah lebih melihat ke jenis permainan. Jenis permainan itu pula melihat pada besar atau kecilnya permaianan. Jumlah leksem dalam aktivitas atau kata kerja pada permainan besar kurang lebih ada delapan leksem.Urutan kedua disusul aktivitas pada permainan kecil memiliki kurang lebih lima leksem. Sementara pada klasifikasi orangnya Masyarakat Kecamatan Kemranjen, Banyumas hanya memiliki empat leksem. Kemudian leksem-lekse itu menjadi suatu kebudayaan dolanan bocah masyarakat tersebut.






BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan
Menangkap dari seluruh pembahasan dengan demikian dapat disimpulkan bahwa leksem yang digunakan beraktivitas yang dilakukan dalam dolanan bocah lebih melihat ke jenis permainan. Jenis permainan itu pula melihat pada besar atau kecilnya permaianan. Jumlah leksem dalam aktivitas atau kata kerja pada permainan besar kurang lebih ada delapan leksem, antara lain Mlumpat atau setring, nendhang atau nyempar, dengklek, ndodhok atau ndhogrok, ngiter, ngethungi,  mbalang atau nguncali, dsb.
Pada urutan kedua disusul aktivitas pada permainan kecil memiliki kurang lebih lima leksem, antara lain njiwit, nyiting, dengklek, ngunclang, nggacho, dsb. Sementara pada klasifikasi orangnya hanya memiliki empat leksem, antara lain masang, bawang kothong, sambit, dan lithung.

5.2. Saran
Setelah dilakukan penelitian terhadap leksem–leksem aktivitas dolanan bocah masyarakat Banyumas, penulis merasa masih banyak kekurangan dari penelitian ini, maka saran saya yakni:
1.      Analisis terhadap leksem–leksem aktivitas aktivitas dolanan bocah perlu dilakukan dengan menggunakan ruang lingkup yang berbeda, karena setiap ruang lingkup daerah memiliki ciri dan bahasa yang hampir berbeda. Misalkan dengan menggunakan bahasa masyarakat Jogja ataupun Solo.
2.      Analisis terhadap leksem–leksem aktivitas aktivitas dolanan bocah juga dapat dikaji dari aspek linguistik lain. Misalnya, antropolinguistik, sosiolinguistik, dan pragmatik.







DAFTAR  PUSTAKA


Aminuddin. 2001. Semantik: Pengantar Studi Makna. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Ardhany. 2010. “Analisis Komponen Makna Slang dalam Album Snoop Dogg Malice n Wonderland” (Skripsi). Semarang: Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro.
Chaer, Abdul. 2002. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.
Harianja, Nurilam. 2010. “Medan Makna Aktivitas Memasak Dalam Bahasa Perancis” (Tesis). Medan: Program Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara.
Kridalaksana, Harimurti. 2008. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia.
Sitanggang, dkk. 1997. Medan Makna Aktivitas Tangan dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa: Pengantar Penelitian Wahana Kebudayaan Secara Linguis. Yogyakarta: Duta Wacana University Press.
Tarigan, Henry Guntur. 1995. Pengajaran Semantik. Bandung: Offset Angkasa.

0 komentar:

Posting Komentar