Blogger Widgets

Rabu, 23 Desember 2015

Cerpen Tema Keterbelakangan mental dan cinta karya Dina Deen

Dua Dalam Satu
Karya: Dina Deen

Matahari sedang tidak bersahabat denganku. Sengatannya membuat ubun-ubun semakin mendidih. Topi merah yang tempo hari kubeli dari pedagang asongan terpaksa kukenakan. Topi dengan rajutan tulisan Erlina, namaku, dibagian depannya. Entah apa respon bos nanti jika melihatku menggunakan topi itu lagi. Dua hari lalu ketika baru kubeli langsung dikatai topi kampung oleh bos kecilku. Iya, bos kecilku. Bos yang juga masih menyandang status mahasiswa, sama sepertiku. Namun tepatnya, dia mahasiswa pengusaha. Berbeda denganku yang hanya meraup untung menjadi karyawannya, bekerja paruh waktu di sela-sela kuliah yang begitu padat. Kafe kecil bosku sudah sangat terkenal di daerah ini. Banyak muda-mudi yang menggandrungi kafe kami. Kebanyakan pengunjung merupakan sepasang kekasih. Sama seperti sepasang sejoli aneh yang ku dapati hari ini. Tidak, tepatnya hanya salah satu dari mereka yang mendapat julukan itu.
Sang gadis mendekati meja pesanan. Kebetulan Robi, sesama karyawan yang hobi sekali mendengarkan musik, tidak mendengar suara lonceng yang digetarkan gadis itu. Aku pun beranjak dari kursi kasir dan melayaninya.
“ Satu kopi Cappucino, satu ice chocolatte ya, Mbak.”
“ Iya. Bungkus atau minum sini?”
“ Minum disini, itu... sudah ada yang menunggu di meja sana,” ujarnya seraya menunjuk pada meja ujung kafe. Di meja itu terdapat satu pemuda dengan wajah tampan berkulit kuning langsat. Di balik kacamatanya terlihat jelas pemuda itu masih sibuk memandangi sang gadis. Gadis yang mengenakan baju merah muda dengan kerah bermotif bintik putih itu memanglah sangat cantik. Lesung pipitnya merekah seraya memperhatikan sang kekasih. Tunggu, entah kekasih atau teman, aku memang kurang memahaminya. Namun, aku sudah sering melihat keduanya datang kemari. Entah itu hanya mereka berdua saja, dengan satu teman yang lain, atau dengan rombongan beberapa orang yang sepertinya juga kawan baik mereka. Pertama kali mereka kesini datang berombongan dengan beberapa anak laki-laki dengan seragam yang sama. Seragam putih dengan bawahan kotak abu-abu.
“Terimakasih mbak.” Kata gadis itu lagi. Ia berlalu membawa dua cangkir kopi pesanannya. Pelanggan tengah sepi. Jadi tidak menjadi sebuah kesalahan apa ketika aku terus memperhatikan sepasang anak sma itu. Ada hal yang menorehkan pertanyaan besar di benakku. Pemuda itu memiliki tatapan sendu. Seakan telah melakukan sebuah dosa besar yang tak termaafkan.
“ Cantik sekali, andai dia belum punya kekasih. Iya kan, Er?” Celetuk Robi. Dia baru saja tersadar dari belasan musik baratnya. “ Seseorang gadis itu lebih cantik ketika dia belum memiliki kekasih.”
“ Itu menurutmu saja, ku kira. Tapi, memangnya kamu yakin mereka benar-benar sepasang kekasih?”
Robi memutar bola matanya, mencoba mengingat-ingat sesuatu. “ Entahlah, Er. waktu itu dia kemari dengan laki-laki yang berbeda. Tapi aku tidak yakin dengan yang waktu itu, ataupun yang ini. Aku hanya yakin jika dia denganku.”
Seringai Robi membuatku mencibirnya dengan spontan. Kurampas headphone beserta mp3 miliknya dan berlalu begitu saja. Robi, dia memang seseorang yang gemar bercanda. Sesaat ketika aku baru sampai di singgasana kasirku. Seseorang tiba-tiba datang ke hadapanku. Dan pembicaraan itu kemudian terjadi terus menerus tepat di depan mata.
*****
“ Kenapa?” Tanya Indah kepadaku. Mataku masih tak henti-hentinya terpaku menatap wajah lugu yang ada di hadapanku saat ini. Sang gadis tersenyum manis, mengeja kembali sebuah tawaran untuk kesekian kalinya. “ Mau minum apa?”
            Kedua pundakku terangkat dengan tetap menunjukkan gelagat kikuk. Senyuman Indah yang tak pernah memudar membuatku semakin bingung untuk bersikap. Cinta yang hampir genap berusia tiga tahun ini sudah terlalu mengembun manis. Terbumbui dan semakin terasa ketika kami bersama. Namun, tatapan mataku yang sebenarnya merupakan sebuah tatapan nanar. Tatapan cinta dengan sekelebat ketakutan menjalarinya. Aku sadar apa yang telah kulakukan adalah sebuah kesalahan. Kekasih sahabatku ini tidak seharusnya  kuajak pergi bersama. Tetapi tidak, hatiku menolak pernyataan itu. Bukan aku yang mengajak, melainkan gadis berambut panjang sebahu itu yang menawari pertama kali. Dari kejauhan, mataku masih mencuri pandang terhadapnya. Indah pun masih merasakan tatapan tajam yang ku lakukan. Dari balik meja pesanan, lesung pipitnya kembali mencuat cantik. Lesung pipit itu mengingatkanku tentang  masa lalu yang telah terlambat. Lima bulan lalu pastinya, ketika sebuah hal naas terjadi.
            Aku sebenarnya tidak suka menyebut hal itu dengan sebutan naas, karena seharusnya itu adalah hal yang membahagiakan. Bagaimana mungkin tidak membahagiakan ketika mendapati sahabat terdekatku sendiri, Seno, mendapatkan kekasih baru. Seno kala itu menemuiku dengan sebuah seringai lebar. Aku suka menamainya dengan seringai rubah bermakna ganda. Tangan bekulit kuning langsat milik Seno merangkul pundakku sembari berjalan di lorong gelap lantai tiga. Hal yang selalu sama dilakukan olehku dengannya ketika melintasi lorong menuju ke kelas kami.
            “ Arya dan Seno, tampaknya nama kita bagus jika kita jadikan satu,” ucap Seno suatu ketika sembari memakan es krim pisang dengan tangan kirinya. Mungkin teman satu sekolah pun merasakan  seperti yang dikatakan Seno itu. Sesekali, mereka memang memanggil kami menjadi satu.
            Langkah serentak kami berdua terhenti, mendapati langkah lain datang dari arah yang berlawanan. Indah dengan beberapa buku berukuran besar di tangan, berjalan lunglai memberikan sinyal permohonan bantuan. Seno adalah pemuda dengan antena paling tajam yang pernah ada. Dia sigap menghampiri Indah seraya memasang seringai sama seperti yang selalu ia lakukan. Lesung pipit cantik mencuat dengan sangat mempesona di pipi Indah. Ia muncul menyambut kedatangan seseorang yang memang telah lama mendekatinya. Percakapan mereka terjalin begitu saja, mengalir dengan renyah, seakan tidak ada aku yang masih teronggok di ujung persimpangan. Berulangkali aku merasakan itu.  Sampai suatu hari ku dengar jelas pernyataan cinta dari sahabatku itu untuk si gadis.
            “ Iya, aku mau.” Jawaban Indah terdengar nyaring di telingaku. Perpustakaan bercat kuning sekolah kami menjadi saksi hatiku yang mulai pupus. Namun aku tetap memakluminya. Seno sang bintang sekolah, takkan sebanding denganku, meskipun aku menjabat ketua osis di sekolah sekaligus. Seno notabenenya seorang pemuda supel dan tampan. Berbeda denganku, seorang pemuda berkacamata dengan cap si kutu buku.
            Lamunanku seketika terbuyar begitu saja. Tangan halus Indahlah yang menyebabkannya. Ia menyodorkan kopi cappucino dingin ke hadapanku. Jemari Indah teremas lembut ketika tangan kananku meraih kopi itu dari jemarinya.       
            “ Makasih, ya.”
            Indah mengangguk dan tersenyum kecil, “ Tapi kamu sedang baik-baik saja, kan?”
            “ Aku baik. Hanya saja...” ucapanku terputus, membuat dahi Indah sedikit berkerut. “Hanya saja, aku sedang berpikir sesuatu. Aku takut kamu menyakitinya.”
            “ Siapa?”
            “ Seno.”
            Indah terkekeh mendengar nama Seno tersebutkan. Ia kembali menatapku dengan menggenggamkan tangan kanannya ke tangan kiriku. Diriku terkejut bukan main. “ Entah itu Seno ataupun Arya, aku tidak peduli,” ucapnya, “ Aku hanya peduli pada orang di hadapanku saat ini.”
            Genggaman itu segera terlepas. Aku menyadari hal itu sebuah kesalahan. Aku membuang muka, berusaha menutupi wajah merah yang baru Indah sebabkan. Dari kejauhan, tatapan mataku tiba-tiba terpaut pada sesosok pemuda. Pemuda bermata sipit mengenakan baju kotak-kotak coklat tengah menatap kami dengan tatapan garang. Ekspresi muka yang belum pernah ku dapati sebelumnya dari pemuda berkulit kuning langsat itu. Aku pun bangkit, bermaksud  pergi ke kasir untuk segera beranjak dari tempat itu. Aku benar-benar tidak berharap pemuda yang ku lihat itu memanglah Seno.
            Sampai seketika aku baru saja mengeluarkan dompet. Tangan pemuda itu mencegah dompet itu terbuka. Mata kami berdua saling bertatapan. Aku mendapati orang itu dengan kikuk. Seno berdiri disampingku sembari memasang rokok di  mulutnya. Aku berusaha tak acuh, dan kembali berkutat dengan sesosok wanita di kasir. Namun, wanita bertopi di hadapanku juga hanya menatapiku dengan tatapan heran. Aku menolehkan muka pada pemuda di sampingku tadi. Dia sudah mulai menghisap rokok dengan nikmatnya. Untuk menghadapi canggung di antara kami, aku berusaha memberi penjelasan.
            “ Bukan aku yang mengajaknya terlebih dahulu.”
            Dia mengepulkan asap rokoknya ke mukaku. Aku terbatuk 
            “ Aku tidak peduli akan hal itu,” ucap Seno, “ Aku hanya tidak habis pikir akan apa yang kalian lakukan disini. Atau mungkin di tempat lain di waktu yang berbeda.”
            Aku hanya terdiam. Tak tahu harus berkata apa padanya. Ku sodorkan uang pada wanita di hadapanku, wanita yang mulai mengacuhkan percakapan kami berdua.
            “ Kurasa kata sahabat sudah tidak pantas kita sebut-sebut lagi di antara kita, Arya dan Seno. Oh, tidak... lebih tepatnya Si Penghianat dan Seno.”
            Aku tercekat. Mata Seno tampak merah.  Aku masih tidak dapat menyangkal apapun lagi pada pemuda yang ku anggap sahabatku sejak kecil itu. Sahabat yang selalu bersamaku dimanapun dan kapanpun ku butuhkan.
            Tiba-tiba kepalan tinju tangan kiri Seno melayang di pipiku. Tubuhku roboh di samping meja kasir,  tepatnya di dekat wanita dengan topi bertulis nama Erlina yang masih terus memandangi perkelahian kami. Ia memang hanya memandangi kami, tanpa berusaha menjauhkan Seno dariku. Aku yang tidak terima dengan pukulannya pun membalas dengan tidak kalah sengit. Tidak peduli ia siapaku.
            Perkelahian sengit kami pun terjadi. Tidak butuh waktu lama  untuk mengumpulkan orang-orang di sekitar kafe untuk menonton kami. Sekali lagi, mereka memang hanya menonton. Tidak ada yang berusaha melerai. Sampai sebuah tangan halus memegang kuat pundakku. Ia mengelus luka di bibirku dengan tangan putihnya. Seno semakin menatapku dengan tatapan kebencian yang luarbiasa. Akan tetapi anehnya, ia hanya berdiri mematung. Tidak berusaha menyerangku sekali lagi. Hal itu terjadi mungkin karena ada sosok Indah yang kini melindungiku.
            “ Arya, kamu terluka? Ayo kita pulang saja.” Ajak Indah. Tangannya megangkat lenganku dan mencoba memapah. Aku menyeringai kecil. Aku tak heran sama sekali kenapa Indah mengacuhkannya. Aku yakin gadis itu sudah yakin telah memilih pasangan yang salah. Indah lebih mencintaiku.
*****
            Punggung keduanya sudah terlihat seperti titik kecil saja di bola mataku. Gerombolan pengunjung yang ikut menyaksikan kejadian tadi pun sudah bubar, meskipun mereka masih membicarakannya tanpa henti. Anak lelaki itu memang aneh, sesuai dengan perkiraan ketika awal perjumpaan kami. Ketika ia datang ke kafe tempatku kerja, atau bahkan ketika ia baru berdiri di hadapanku di meja kasir. Ia berucap sendiri, mengepulkan rokok yang ia tiupkan pada mukanya sendiri. Aku yakin akan hal itu karena pemuda dengan tangan kidal itu sempat menatapku pula. Aku tak dapat membayangkan bagaimana rasanya jika diposisi sang gadis. Ku tepis semuanya dengan segera. Sampai tiba-tiba mataku tertuju pada sebuah benda yang teronggok di meja kasirku. Sebuah dompet coklat kulit dengan gambar tengkorak kecil di pojok sebelah kanan.

            Pemuda yang mengguling-gulingkan tubuh dan memukuli dirinya sendiri di lantai tadi meninggalkan dompetnya di meja kasir. Ya, memang hanya dompet itu yang tersisa lengkap dengan kotoran abu rokok. Abu itu berasal dari sepuntung rokok yang tadi ia hisap menggunakan tangan kirinya sewaktu membayar di kasirku. Ku harap mereka belum berjalan jauh dari sini. Segera ku keluarkan KTP pemuda itu dari dalam dompet. “Arya Suseno”, nama pemuda dengan mengenakan baju kotak-kotak coklat yang sempat terjatuh di samping meja kasirku tadi. Nama itu tertera jelas di KTP si pemuda. Bersebelahan dengan sebuah fotonya tanpa menggunakan kacamata. Nama yang bagus menurutku, dan mungkin akan menjadi satu nama yang fenomenal di telingaku sampai kapanpun.

CERPEN WUSANA KANG BEDA Karya Dina Deen

WUSANA KANG BEDA
Karya: Dina Deen

Sumilir bayu lumantarake sikil keloronku tumuju menyang papan panggonan ana ngarepku. Papan iku wus kerep dakmangerteni. Panase srengenge nyorot jelas marang pager wesi werna irenge. Dakbukak lirih pager sing duweni werna asli coklat tuwa iku. Sepintas katon sepi ora ana wong babar pisan. Kahanan sepine ora kaya pranyata sing ana ing jerone. Saya suwe olehku mlebu ruwang-ruwangan ana ing kono kasil nemukake pawongan loro. Kelorone lagi katon tugas jaga.
Wong sing siji katon isih nom-noman, kaya saumuranku. Dheweke lungguh sinambi ngetak-ngetiki komputer. Komputer iku njinggleng ana ngareppe. Wong  lanang sawijine maneh sibuk karo koran ing tanganne. Mripate katon minus. Olehe mirsani nganthi nyureng-nyureng nggatukake alis keloron sing kandele ora jamak. Alis kandel iku marekake awakku ngerti sapa priyayi iku. Langsung bae dakgawa awakku marang ngarep meja iku mau.
“ Sugeng siyang, Pak Jendra.”
Pak Jendra nylingak rada kaget nyawang paraupanku. Dheweke sing pancen dhuweni watak sumeh merak ati ora butuh wektu suwe langsung ngetokake eseman amba, “ Wah... Yanto, to? Sugeng siyang, sugeng siyang... Lungguha dhisik kene. Kepriye kabare?”
“ Sae, Pak.” Ucapku sinambi ngulungake tangan tengen kanggo ngajak piyambake salaman. “ Panjenengan dospundi? Kula kinten sampun boten dines wonten ngriki.”
“ Lho, jare sapa?”
“ Kalih dinten kepengker kula uga dhateng ngriki, nanging boten kepanggih panjenengan. Wekdal menika namung pepanggihan kalih Pak Wirahadi.”
Pak Jendra ngguyu latah. Botol-botol inuman plastik ing ngareppe disingkirake. Kulit-kulit kacang kosong disorok karo tangane kanggo diguwak menyang kranjang sampah. Banjur tangane isih sibuk nglempit koran nalika ngendikan marang awakku. “ Owalah, jebul tamu agung sing dimaksud Wirahadi kuwi Yanto? Mesthi siki arep ngurusi perkara iku, to? Bocah kok sajak seneng pisan urusan karo kantor pulisi. Mengko, mengko... dakgoletake datane.”
Pitakonan tumpuk-tumpuk iku namung dakjawab singkat, “ inggih, Pak,” sinambi mesam-mesem ora genah. Esemanku wektu iku antara isin lan bingung njawabi pitakonane karo nutupi rasa canggungku. Kepriye ora canggung, awakku wus kadung dicap beda dening Pak Jendra lan kanca-kancane. Sinambi nunggu, mripatku lunga menyang ngendi-endi. Pas ana ing sebelah tengenku isih mapan kursi sopa abu-abu. Kursi sopa metuan taun sangangpuluhan. Wernane abu-abu, kagawe saka bahan kain kandel. Ngisore disangga karo kayu jati. Akeh bagiyan kayune wus wiwit kropos. Kursi iku saiki wus katon rada putih buluk. Salah sawiji kursine wus njomplang, kursi sing mapan paling kiwa. Kursi iku njomplang kawit dina iku. Dina kawitane aku tepung karo panggonan kana.
Pas ing wayah lingsir wengi, aku tiba menyang kantor kanthi ditumpakake mobil pulisi. Mobil sing ana lampu werna kuning iku ditumpaki kebak dening wong papat. Loro pulisi, siji kancaku, lan sijine maneh awakku. Pak Jendra sing nuntun awakku menyang mobil karo sabar pisan, nanging katon yen ana rasa nesu sithik. Sikilku namung lecet-lecet sithik. Nanging tetep bae ana siji lukane sing cecel jero. Jare kancaku lukane wus kudu dijait ora kanthi loro apa telu jaitan. Mula awakku ora daya mlaku dhewek. Motorku rusak rada ringsek. Kepriye ora ringsek yen mlaku ana ing angka sangangpuluh nganti satus nubruk saka listrik. Tiyang listrike ora kenapa-napa. Nanging ujung- ujunge motorku gandheng karo awakku mlebu menyang selokan.
Motore kancaku siji iku uga nubruk motorku nganti ngguling, mula dheweke melu mrene. Dheweke arep ngurus-urus bab rusakke motore ing kantor pulisi iki uga bareng awakku. Untunge Doni, kancaku iku, ora luka-luka, yen nganti luka aku uga sing mbayari brobate amarga aku sing kawitan tiba lan dadikake dheweke kesandung.
Bubar tekan ing kana, Doni lan Pak Jendra ndelehake aku ana ing sopa abu-abu. Sinambi ngrintih-rintih lirih, aku isih keprungu cetha pitakonan-pitakonane pak Wirahadi lan pak Amin sing lagi ngrekap data kacilakanku.
“ Apa jinise motormu iku?”
“ Harley Davdison, Plat K 2171 AW.” Swasanane amleng, namung ana swara tak-tuk-tak-tuke mesin tike pak Wirahadi. Pada kaya kahanan dina iki. Swara tak-tuk mesin tik isih ngancani lamunanku. Sanadyan wus akeh komputer, nanging mesin tikke kantor pulisi iki isih dienggo.
“ Ora ana, To.” Pangucape pak Jendra, nggugah lamunanku sanalika. “ Kepriye yah, jebul datane keformat kabeh.”
Batukku mengkerut, kuwatir tenan yen  suratku ora bisa metu. “ Lajeng, saene kados pundi, Pak?”
“ Awakmu tenang bae, aku bisa nggawekake maneh. ning awakmu nungguni luwih suwe maneh gelem tah ora, Yan?”
“ Inggih purun sanget, Pak. Boten punapa-punapa. Malih etang-etang kangge ngobati raos kangen kula dhateng papan menika.”
Pak Jendra ngguyu latah sebanter-bantere, “ Lah wong kantor pulisi kok dikangeni, kowe lho aneh-aneh bae, Yan... Yan... Yawis, tunggu sik ya, dakgawekake dhisik. Mrene nyilih KTPmu, nduk.”
“ Inggih Pak, sumangga menika KTPnipun.” Ucapku sinambi ngecungke KTPku.
Nganti tumuju tekan ing ruwang buri, pak Jendra isih dakkrunguni swara ocehane. Dheweke katon bungah pisan ketemu awakku maneh sapet pirang-pirang taun suwene. Sing dakgumuni, piyambake isih kelingan cetha marang awakku. Padahal sakjrone kenal dhewek, aku ngerti pisan yen Pak Jendra iku wong lalinan. Kaya biyen nalika ngancani piyambake dines jaga rong dina nurut-nurut. Esuke dina sepisan Pak Jendra katekan tamu nglapurake yen kemalingan komputer. Wong sing umur patang puluh telu taun wektu iku wus ngiyani bakal nglapurake marang kantor pusat langsung. Nanging esuke dina keloro, Pak Jendra malah lali yen wong iku tau menyang kantor pulisi kanggo nglapurake kemalingan komputer. Sajak malah nganti sewulan tambah lali nglapurake marang kepala kepulisiane. Alesane amarga catetane ilang. Nanging aku bae isih kelingan lan ngaweruhi kanthi cetha tulisan iku katempel ing papan kerjane piyambake. Wus dakelingake kanthi kopang-kaping tetep bae laline. Beda karo dina iki. Namung weruh paraupanku sakeplasan wus mangerteni yen iki awakku.
Padahal aku saba ing kantor dinesse pak Jendra iku namung sekitar setengah sasi punjul sithik. Pancen dakurus tenan perkara kacilakan iku mau. Kepriye ora dakurus, semanja-manjane awakku isih duweni rasa tanggungjawab. Isih dakeling-eling tenan kepriye nganti telung sasi suwene anggonku nggegrek duweni panjaluk motor Harley Davidson. Nganti telung sasi suwene katon dadi mungsuhe wong tuwa keloron. Namung amarga motor gedhe sing ringsek ora rupoa. Motro sing saiki wus ora ana bathange.
Wong-wong padha ngomong yen aku iki kalem utawa menengan. Nanging nalika wus duweni panjalukan kemudu-kudu kelakon. Padahal awakku ngerti yen bapak lan ibuku lagi ora duwe duwit. Sawah kaluwargaku lagi kena hama. Dodolan ning pasar uga untung-untungan anggone payu. Mula kanca-kanca sakbrayanku nganthi sering mokal yen aku iki namung cecak nguntal empyak, duweni gegayuhan kang ora timbang karo kekuwatane. Watekku pancen atos, apa sing dadi gegayuhanku kudu kelakon. Nganti pungkasane aku bisaa ngganti motor gedhe sing dakduweni sadurunge nalika tanggal kramatku tumiba.
Nembelas desember motore teka. Jare simbok kanggo kado ulangtaunku sadurunge aku lulus saka kuliyahku ing Jogja. Nanging emane jebul motor iku namung seminggu umure. Rama biyungku namung bisa ngelus dada. Doni lan kanca liyane uga namung ngunek-ngunekake motorku pungkasane. Jare pancene dadiya motor kramat bae. Embuh kramat amarga wong tuwaku ora ikhlas utawa apa aku ora patia paham.
Dakakuni aku dudu salah sawijine nom-noman sing seneng trek-trekan utawa apa iku sebutane. Nanging duweni kasenengan motor gedhe ya dudu kaluputan. Umur kuliyah kaya awakku ya pantese pancen seneng adu gagah-gagahan motor. Kancaku sakbrayanan kabeh uga ora beda kasenengane. Jare psikolog isih wayah saumuranku kuliyah iku ish wayah-wayahe adu gengsi lan gaya. Motor gedhe iku salah sawijine gaya sing dimaksud. Sakliyane dadi hobi, motor gedhe uga dingandeli bisaa dadi daya pikat dhewe kanggo nyedhaki wong wedhok. Mula kadang nalika simbok lan bapak padha dukani awakku amarga kakehan panjalukan, aku bisa mbela awakku kanthi alesan yen lagi jamane kaya mengkana. Bedane namung ana ing watek lan sipat iki. Watek lan sipatku sing atose ora jamak jarene simbok.
Pak Jendra sering aweh pitutur becik saben aku lunga menyang kantor pulisi. Aku wus dianggep kaya dadi anak kandunge dhewek. Ora gumun yen kamangka aku dadi apal papan-papan ing jero kantor pulisi kana. Kantor pulisi sing resike ora jamak ya kantor iku. Ana taman cilik saknjerone kantor. Sadurunge mlebu ing papan tralis wesi ana woh-wohan wit werna-werna. Embuh iku wit rambutan, pelem, utawa anggur sing ngrayap ana ing dhuwur payon bagiyan jero. Sipire ya duweni watek sumeh lan eman. Nanging sapet lulus aku wiwit rada jarang dolan, malah sajak ora tau. Kahanane wus robah. Ana pira-pira sipir cedhak sing wus dipindah dinese ora ana ning kana maneh. Kaya pak Danyong, pak Syukur, pak Sigit, Bu Esti, lan sapiturute. Nanging aku seneng pak Jendra isih ajeg ana ing kene. Dheweke malah sajak isih apal lan kenal apik karo awakku. Kaya ora tau kepisah babar pisan. Pak Jendra, priyayi gagah sing rambute wus sajak mutih. Nanging alis kandele isih cemeng. Priyayi sing saiki isih sibuk dakgatekake mlangkah menyang arah papanku jejagongan.
“ Iki surate, lengkap karo tandatangan lan stempele pak kepala.”
Lambeku mringis ngetokake untu-untuku sing nderet rapi. “ Wah... maturnuwun sanget, Pak.”
Dakwaca kanthi setiti kertas sing diwenehi saka Pak Jendra. Surat Keterangan Berkelakuan Baik unine. Janjane yen padha ngerti urusanku bolak-balik kantor pulisi ora bakal dha ngandel yen awakku pancen ‘Berkelakuan Baik’. Dakguyu lirih, nanging namung ana ing ati.
“ Arep daftar PNS ngendi? Jogja bae, to?”
“ Badhe nyobi wonten Semarang, Pak.” Ujarku, “ nyuwun berkah pandonganipun.”
“ Iya... iya...” Pak Jendra ngiyani sinambi gedeg-gedeg ngguyu.
Batukku ganti mengkerut maneh, “ Wonten napa ta, Pak?”
Tangane sajak ngelus-elus rambutku, padha kaya kahanan pirang-pirang taun kepungkur. Pada isih nganggep awakku kaya putrane dhewek. “ Jebul bocahku wus gedhe. Sing sukses ya, Nang. Aja kalem-kalem olehmu ngajar yen besuk sida dadi dosen. Aja mundak dadi kacang sing ninggal lanjaran. Lunga sedela mengko banjur lali marang awakku, marang kantor sing dadi papanmu saba biyen iki...”

Aku ngiyani sinambi ngempet luh sing karepe arep metu bae nalika weruh paraupane pak Jendra. Pangandikane pak Jendra isih terus dakeling. Gusti iku cedhak tanpa senggolan, adoh tanpa wangenan. Manungsa mung bisaa mohon, mangesthi, mangastuti, lan marem, tegese nyuwun Gusti nyelarasake patrap lan ucap supaya tenan migunani ing urip salawase. Pancene bener perkara iku kabeh. Tumiba ibarat kayata uler, menungsa uga nglakokake metamorfosa. Kayata aku, pirang taun kepungkur aku ngadep ing kepulisian amarga nakalku. Ngadep amarga pepenginan sipat kekanakkanku. Nanging saiki, pirang dina maneh aku ngadep kertas lamaran PNS. Wus dudu wayahku lunga menyang Harley Davidson lan sapiturute. Kantor pulisi iki kang nyekseni, kahananku biyen lan saiki. Aku metu saka kantor pulisi, aku metu lan nglangkah marang owahing urip kang sejati.

Contoh soal EYD Bahasa Indonesia

CONTOH SOAL-SOAL EYD BAHASA INDONESIA


1. Manakah penulisan singkatan sesuai dengan EYD
a. Di dompetnya terdapat K.T.P. dan SIM
b. Di dompetnya terdapat KTP dan SIM
c. Di dompetnya terdapat K.T.P. dan S.I.M.
d. Di dompetnya terdapat KTP. dan SIM.

2. Manakah penulisan angka di bawah ini yang sesuai dengan EYD
a. Tahun 1.998 Banyumas berpenduduk 123.308
b. Tahun 1998 Banyumas berpenduduk 1233.08
c. Tahun 1.998 Banyumas berpenduduk 12.3308
d. Tahun 1998 Banyumas berpenduduk 123.308

3. Manakah penulisan waktu sesuai dengan EYD
a. Kecelakaan itu terjadi pukul 08.50-30 WIB
b. Kecelakaan itu terjadi pukul 085030 WIB
c. Kecelakaan itu terjadi pukul 08.50.30 WIB
d. Kecelakaan itu terjadi pukul 08.5030 WIB

4. Manakah penulisan singkatan sesuai dengan EYD
a. Halaman 23 sd 56 buku itu  rusak
b. Halaman 23 s/d 56 buku itu  rusak
c. Halaman 23 sd. 56 buku itu  rusak
d. Halaman 23 s.d. 56 buku itu  rusak

5. Manakah penulisan singkatan sesuai dengan EYD
a. Buku kuliahku ditulis oleh Abdul Chaer dkk.
b. Buku kuliahku ditulis oleh Abdul Chaer, dkk.
c. Buku kuliahku ditulis oleh Abdul Chaer, d.k.k.
d. Buku kuliahku ditulis oleh Abdul Chaer d.k.k.

6. Manakah penulisan singkatan sesuai dengan EYD
a. Panjang rambut Nia 121 c.m.
b. Panjang rambut Nia 121 cm
c. Panjang rambut Nia 121 cm.
d. Panjang rambut Nia 121 c.m

7. Manakah penulisan di bawah ini yang sesuai dengan EYD
a. Harga 20 k.g. tauge R.p. 45.000,00
b. Harga 20 kg tauge Rp. 45.000,-
c. Harga 20 kg. tauge Rp., 45.000,-
d. Harga 20 k.g. tauge Rp 45.000,00

8. Penulisan kota dan tanggal surat yang benar adalah
a. Banyumas, 22-09-2015
b. Banyumas, 22092015
c. Banyumas, 22/09/2015
d. Banyumas, 22 September 2015

9. Manakah penulisan koma yang benar untuk kalimat majemuk sesuai dengan EYD
a. Orang itu bukan ibuku, melainkan tanteku.
b. Orang itu bukan ibuku melainkan tanteku.
c. Orang itu, bukan ibuku, melainkan tanteku.
d. Orang itu, bukan ibuku melainkan tanteku.

10. Manakah penulisan koma yang benar untuk kalimat majemuk sesuai dengan EYD
a. Jika diundang saya akan datang besok malam.
b. Jika diundang, saya akan datang, besok malam.
c. Jika diundang, saya akan datang besok malam.
d. Jika diundang saya akan datang, besok malam.

11. Manakah penulisan koma yang benar untuk kalimat majemuk sesuai dengan EYD
a. Kemarin Dina membeli dua sabun, satu sikat gigi dan lima minyak wangi.
b. Kemarin Dina membeli dua sabun satu sikat gigi dan lima minyak wangi.
c. Kemarin Dina membeli, dua sabun, satu sikat gigi, dan lima minyak wangi.
d. Kemarin Dina membeli dua sabun, satu sikat gigi, dan lima minyak wangi.

12. Manakah penulisan koma yang benar untuk kalimat majemuk sesuai dengan EYD
a. Selain itu, kita dapat pembelajaran baru pula.
b. Selain itu, kita dapat pembelajaran baru, pula.
c. Selain itu kita dapat pembelajaran baru, pula.
d. Selain itu kita dapat, pembelajaran baru pula.

13. Manakah penulisan koma yang benar untuk kalimat majemuk sesuai dengan EYD
a. Pak Ruli, guru kami akan pergi.
b. Pak Ruli, guru kami, akan pergi.
c. Pak Ruli, guru, kami akan pergi.
d. Pak Ruli guru kami, akan pergi.

14. Manakah penulisan judul dan anak judul yang benar sesuai EYD
a. Mengenal, SMU Taruna, Kegiatan Siswa
b. Mengenal: SMU Taruna, Kegiatan Siswa
c. Mengenal: SMU Taruna: Kegiatan Siswa
d. Mengenal, SMU Taruna: Kegiatan Siswa

15. Manakah penulisan yang tepat sesuai dengan EYD
a. Hima Bahasa Jawa Unnes mengadakan lomba debat se-Jawa Tengah kemarin pagi.
b. Hima Bahasa Jawa Unnes mengadakan lomba debat Sejawa Tengah kemarin pagi.
c. Hima Bahasa Jawa Unnes mengadakan lomba debat seJawa Tengah kemarin pagi.
d. Hima Bahasa Jawa Unnes mengadakan lomba debat se-Jawatengah kemarin pagi.

16. Manakah penulisan yang tepat sesuai dengan EYD
a. Chrisye merupakan penyanyi yang tenar tahun ‘80an.
b. Chrisye merupakan penyanyi yang tenar tahun ’80-an.
c. Chrisye merupakan penyanyi yang tenar tahun ’80 an.
d. Chrisye merupakan penyanyi yang tenar tahun ’80 -an.

17. Manakah penulisan yang tepat sesuai dengan EYD
a. Meski KTPnya satu, tapi Andi berSIM dua.
b. Meski K.T.P-nya satu, tapi Andi ber-S.I.M. dua.
c. Meski KTP-nya satu, tapi Andi ber-SIM dua.
d. Meski K.T.P.nya satu, tapi Andi berS.I.M. dua.

18. Manakah penulisan yang tepat sesuai dengan EYD
a. Hari ke-lima Dina menjadi juara.
b. Hari ke lima Dina menjadi juara.
c. Hari ke-5 Dina menjadi juara.
d. Hari ke 5 Dina menjadi juara.

19. Manakah penulisan yang tepat sesuai dengan EYD
a. Sekalipun sakit, sekali pun Siska tidak pernah membolos.
b. Sekali pun sakit, sekali pun Siska tidak pernah membolos.
c. Sekalipun sakit, sekalipun Siska tidak pernah membolos.
d. Sekali pun sakit, sekalipun Siska tidak pernah membolos.

20. Manakah penulisan yang tepat sesuai dengan EYD
a. Himpunan Mahasiswa Bahasa daerah menjalin persahabatan antar-suku.
b. Himpunan Mahasiswa Bahasa daerah menjalin persahabatan antarsuku.
c. Himpunan Mahasiswa Bahasa daerah menjalin persahabatan antar Suku.
d. Himpunan Mahasiswa Bahasa daerah menjalin persahabatan antar suku.

21. Manakah penulisan yang tepat sesuai dengan EYD
a. Adinda tidak sadarkan diri sewaktu pelajaran olah raga.
b. Adinda tidak sadarkan diri sewaktu pelajaran olahraga.
c. Adinda tidak sadarkan diri sewaktu pelajaran Olah Raga.
d. Adinda tidak sadarkan diri sewaktu pelajaran Olah raga.

22. Manakah penulisan yang tepat sesuai dengan EYD
a. Riska berkata, “orang itu dalang semuanya.”
b. Riska berkata, “Orang itu dalang semuanya.”
c. Riska berkata,“ orang itu dalang semuanya.”
d. Riska berkata, “ Orang itu dalang semuanya.”

23. Manakah penulisan yang tepat sesuai dengan EYD
a. Pak Adi pembina baru ekstra kulikuler pramuka.
b. Pak Adi pembina baru ekstra kurikuler pramuka.
c. Pak Adi pembina baru ekstra-kurikuler pramuka.
d. Pak Adi pembina baru ekstrakulikuler pramuka.

24. Manakah penulisan yang tepat sesuai dengan EYD
a. “Anak Kapten Hendra diangkat menjadi Kapten baru.”
b. “Anak Kapten Hendra diangkat menjadi kapten baru.”
c. “Anak kapten Hendra diangkat menjadi Kapten baru.”
d. “Anak kapten Hendra diangkat menjadi kapten baru.”

25. Manakah penulisan yang tepat sesuai dengan EYD
a. Adik membuat jadual pelajaran baru.
b. Adik membuat jaduwal pelajaran baru.
c. Adik membuat jadwal pelajaran baru.
d. Adik membuat jad wal pelajaran baru.

Makalah Semantik, Aktivitas Dolanan Bocah Banyumas





Analisis Komponen Makna dalam Aktivitas Dolanan Bocah Masyarakat Kecamatan Kemranjen, Banyumas:
Sebuah Kajian Semantik 
 Penyusun: Dina Ashlikhatul Kirom (2601413073)


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Bahasa merupakan salah satu unsur untuk mengenal/ mempelajari budaya suatu masyarakat di mana pun di dunia. Dengan kata lain, segala  hal yang ada dalam kebudayaan akan tercermin di dalam bahasa. Melalui bahasa seseorang berkomunikasi baik secara lisan dan tulisan atau verbal dan nonverbal. Fakta tersebut menyiratkan bahwa aktivitas manusia tidak terlepas dari bahasa.
Aktivitas yang dilakukan manusia itu diberikan nama oleh pengguna bahasa. Nama–nama  aktivitas tersebut kadang–kadang  lebih dari satu kata untuk satu kegiatan. Penamaan itu membentuk suatu medan makna dengan komponen–komponen, relasi, dan fitur unik tersendiri yang mampu membedakan antara satu dengan yang lain, akan tetapi tidak terlepas juga dari tumpang tindih makna yang menyebabkan ambiguitas terhadap pemakainya. Termasuk medan makna dalam penamaan aktivitas-aktivitas berkebudayaan, atau penamaan itu lama-kelamaan menjadi kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat tersebut. Seperti dalam penelitian ini tertuju pada masyarakat kecamatan Kemranjen, Banyumas.
Kebudayaan adalah seluruh gagasan manusia yang harus dibiasakan dengan belajar, beserta keseluruhan dari hasil budi dan karyanya itu (Koentjaraningrat, 1987: 9). Kebudayaan dolanan merupakan hal yang digemari semua anak-anak, termasuk anak-anak dari masyarakat Banyumas. Meskipun sampai sekarang sudah teracuni banyak hal dari luar, tetap saja dolanan itu tetap lestari di kalangan anak-anak Banyumas. Terdapat banyak leksem yang mewarnai anak-anak itu bermain. Leksem atau istilah itu menjadi kebiasaan yang memudahkan anak-anak untuk bermain. Misalkan mlumpat (dalam dolanan setringan bermaksud melompati karet atau tali), njiwit (dalam dolanan tungtungbalung berarti mengangkat tangan dengan dijiwit), nendang (dalam dolanan gendengpitu bermaksud merubuhkan pertahanan), dan lain sebagainya.
Manusia memiliki suatu anugerah berpikir. Umumnya, kemampuan kreativitas berpikir tersebut menjadi wujud sebuah kebudayaan. Salah satu di antaranya yakni budaya  memasak. Setiap suku di dunia memiliki ciri khas tersendiri dalam hal kreativitas memasak meskipun mereka sudah hidup berdampingan dalam kurun waktu yang lama dengan suku lain. Kebiasaan nenek moyang beberapa suku di Indonesia pada masa lalu menjadi suatu kebiasaan yang mereka anut hingga saat ini. Dalam hal ini penulis akan mengkaji analisis komponen makna dalam dolanan bocah masyarakat Banyumas dan medan makna dalam dolanan bocah masyarakat Banyumas.
Penelitian terhadap konsep makna dengan berbagai teori semantik sudah banyak dilakukan. Misalnya: Setiyanto dkk (1997) melakukan analisis medan makna aktivitas tangan bahasa Jawa, Ardhany (2010) menganalisis komponen makna slang dalam album Snop Dog, Kartika (2007) meneliti konsep warna dalam bahasa Batak Toba dengan teori metabahasa semantik alami dan Nurilam (2010) pernah mengkaji medan makna aktivitas memasak dalam bahasa Perancis. Semua kajian itu berguna untuk menunjukkan bahwa kajian/ analisis komponen makna terhadap aktivitas dolanan bocah dalam bahasa jawa Banyumasan belum pernah dilakukan penelitian tersebut. Jadi, perlu kiranya penulis melakukan penelitian terhadap leksem–leksem  pembentuk aktivitas dolanan bocah masyarakat Banyumasan tersebut. Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat menemukan konsep makna khususnya di dibidang aktivitas yang dikaji.

1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar  belakang yang sudah dipaparkan, permasalahan dalam penelitian ini ada dua, yakni:
1.      Bagaimanakah komponen makna aktivitas dolanan bocah masyarakat Banyumasan?
2.      Bagaimanakah medan makna aktivitas dolanan bocah masyarakat Banyumasan?

1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini yakni mengungkap fitur semantis mengenai medan makna, ciri–ciri  komponen atas leksem–leksem aktivitas dolanan bocah masyarakat Banyumasan.

1.4 Manfaat Penelitian
1.      Memberikan pengetahuan mengenai komponen makna dalam aktivitas dolanan bocah mayarakat Banyumasan.
2.      mperkaya penelitian semantik bahasa Jawa khususnya bidang komponen makna.
3.      Sebagai bahan bacaan dan referensi untuk peneliti–peneliti  lain dalam penerapan analisis komponen makna.
4.      Masukan terhadap masayarakat Jawa Banyumasan sebagai penutur agar lebih memahami dan melestarikan bahasa daerah sendiri sebagai kearifan lokal.




BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Terdahulu
2.1.1. “Penelitian Setiyanto dkk (1997) melakukan analisis medan makna aktivitas tangan bahasa Jawa. Penelitian tersebut dapat dijadikan acuan karena sama-sama mengkaji bahasa sebuah aktivitas dengan menggunakan bahasa Jawa. Namun bahasa Jawa yang dikaji berbeda dengan penelitian ini. Hal itu dikarenakan penelitian ini membahas bahasa Jawa Banyumasan sedangkan Setiyanto dkk membahas aktivitas dalam bahasa Jawa secara keseluruhan.
2.1.2. “Ardhany (2010) menganalisis komponen makna slang dalam album Snop Dog. Persamaannya yakni sama-sama menggunakan komponen makna sebagai kajiannya. Namun berbeda dalam hal perluasan pembahasan. Penelitian yang dilakukan oleh penyusun ini juga membahas medan makna. Perbedaannya juga tampak pada objek kajian. Peneliti/ penyusun menggunakan objek kajian komponen makna dalam dolanan bocah, sedangkang Ardhany menganalisis komponen makna slang dalam album Snop Dog.
2.1.3. “Wernando  Wilys  Aritonang  (2012) melakukakn penelitian mengenai komponen makna dan medan makna aktivitas memasak dalam bahasa Batak Toba dengan teori metabahasa semantik alami. Kajian dalam penelitian Wernando sama dengan penelitian ini, hanya saja berbeda dalam objek dan ruang lingkup bahasa yang diteliti.
2.1.4. “Nurilam (2010) pernah mengkaji medan makna aktivitas memasak dalam bahasa Perancis. Hampir sama dengan Wernando Wilys Aritonang, namun berbeda dalam hal ruang lingkup kajian. Nurilam lebih mendetail dalam medan makna seperti halnya yang dilakukan peneliti dalam penelitian medan makna dan komponen makna dalam dolanan bocah masyarakat Banyumas ini.
2.2. Landasan Teori
Untuk menjawab masalah pertama dalam penelitian ini, penulis menggunakan beberapa teori dari antara lain yakni: teori analisis komponen yang dikemukakan oleh Nida (dalam Sudaryat 2009:55-64), teori medan makna yang diungkapkan oleh J. Trier (dalam Parera 2004:139-140).  Analisis komponen makna yang dikemukakan Nida dipilih karena penjabarannya sangat jelas dan rinci dalam setiap penganalisisan. Pemakaian teori medan makna yang dikemukakan oleh J. Trier digunakan karena teorinya sangat cocok dengan kajian penulis.



BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan semantis.

3.2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada anak-anak masyarakat Banyumas, khususnya pada ruang lingkup daerah kecamatan Kemranjen, Banyumas.

3.3. Data Dan Sumber Data
Sebuah  penelitian  membutuhkan  data dari  sumber  yang  tepat  dan dapat dipercaya.  Data tersebut  dibagi menjadi dua yaitu data primer  dan data sekunder.  Data primer adalah data yang didapat secara langsung dari sumbernya tanpa memerlukan mediasi,  kemudian dicatat atau diambil dan dianalisis untuk pertama kalinya.  Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung dari pihak lain yang berhubungan dengan sumber dan dapat dipercaya. Data sekunder biasanya dalam bentuk dokumen–dokumen atau catatan dan mampu berperan sebagai pendukung data primer. Data sekunder berupa data dari internet, dan buku-buku pendukung lain. Untuk mendapatkan data tulis digunakan metode simak (Sudaryanto, 1993:133,135) didukung dengan teknik catat.
  




BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.Makna dan Jenis Dolanan Bocah pada Anak-anak Masyarakat Banyumas
Bermain dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007:718) merupakan melakukan sesuatu untuk bersenang-senang. Aktivitas bermain atau dolanan merupakan aktivitas yang digemari oleh anak-anak. Pendefenisian ini tidak mengurai maknanya secara mendalam hingga membuat perputaran makna kata secara berulang. Pada masyarakat Banyumas terdapat banyak leksem-leksem ataupun istilah yang hanya akan dimengerti oleh masyarakat tersebut. Hal tersebut dikarenakan semua istilah itu sudah menjadi kebudayaan dolanan yang mereka miliki.
Bermain pada waktu masih ada pada masa kanak-kanak merupakan hal yang wajar. Banyak jenis permainan yang dimainkan oleh anak-anak. Hal itu tergantung pada usia ataupun minat masing-masing personal. Ada permainan pula yang tidak memerlukan klasifikasi usia. Bahasa pada anak-anak pun masih menggunakan bahasa lugas. Tidak ada pembeda yang menyulitkan meskipun berbicara dengan anak yang berusia lebih tua. Pembeda yang dimaksudkan adalah penggunaan bahasa krama. Mereka menyamakan bahasa-bahasa mereka dalam sebuah permainan. Bahkan dapat dianggap membuat kebudayaan baru dari komponen makna dan leksem yang dimiliki.
Jenis permainan lebih mudah dibedakan dengan klasifikasi model permainan. Hal itu melihat antara penggunaan area yang luas maupun area yang cukup dalam ruangan. Permainan dengan menggunakan area yang cukup luas biasanya dilakukan dengan cara beramai-ramai dan membutuhkan peralatan tersendiri. Permainan itu antara lain: gendeng pitu (permainan menggunakan tujuh keping gendeng yang ditumpuk menjadi satu), dul-dulan (permainan menjaga benteng pertahanan yang dimainkan oleh dua kelompok besar), jonjang semut (permainan ini dilakukan dengan cara menutup salah satu orang yang menjaga dan mencari mangsa),  jonjang umpet atau petak umpet (permainan yang dilakukan dengan cara bersembunyi dan salah satu menjaga sebagai pawang), jonjang ndogrok (permainan kejar-kejaran dan melakukan pertahanan dengan ndodhok atau jongkok), dir-diran (bermain gundu), gangsingan (bermain memutar gangsing), dan setringan(permainan karet gelang).
            Adapun jenis permainan kecil yang dapat dimaksudkan menjadi permainan yang dapat dilakukan di dalam ruangan antara lain: jonjang umpet (petak umpet dalam rumah), gatheng (permainan melempar-lemparkan batu yang biasa dilakukan oleh anak perempuan), dakon (permainan menggunakan alat dakon dengan biji buah sawo/ kecik),  jamimur (permainan menggunakan tangan dan kata-kata yang tujuannya mencari satu orang yang kalah dan akhirnya mendapatkan hukuman).
4.2.Klasifikasi atau Pengelompokan Leksem
Klasifikasi leksem dapat diambil berdasarkan berbagai sudut pandang. Bisa melihat pada kriteria leksem menurut orang yang mekakukannya/ pelaku pada masyarakat kecamatan Kemranjen, Banyumas.
1.)    Masang, maksud masang disini bukan berarti memasangkan sesuatu, namun masang berarti orang itu kalah dan menjadi orang utama dalam suatu permainan. Dia yang ‘dikerjai’ oleh lawan mainnya sebagai pihak utama yang dijatuhkan
2.)    Bawang kothong, berarti orang yang ikut bermain namun tidak pernah dianggap salah. Biasanya orang yang bawang kotong merupakan seorang anak kecil yang diikutsertakan tapi belum diminta masang karena terlalu kasihan.\
3.)    Sambit, adalah orang yang sedang istirahat dalam melakukan permainan. Misalkan dalam permainan dul-dulan, anak yang sedang sambit tidak boleh diapa-apakan karena dianggap tidak ada dalam permainan. Sambit biasanya dilakukan karena orang itu terlalu lelah untuk bermain.
4.)    Lithung, merupakan sebutan orang yang ketahuan dari tempat persembunyiannya. Biasanya lithung  diberikan pada waktu tengah bermain petak umpet.
Adapun klasifikasi kedua dilakukan dengan melihat leksem itu diperuntukkan pada permainan besar. Seperti Mlumpat atau setring (melopati tali), nendhang atau nyempar (merusak, misalkan pada permainan tujuh batu), dengklek (berjalan dengan mengangkat satu kaki ke atas), ndodhok atau ndhogrok (jongkok untuk melakukan pertahanan), ngiter (berputar mengitari lokasi permainan untuk mencari orang yang masang), ngethungi (menemukan orang yang sedang bersembunyi),  mbalang atau nguncali (melempar batu pada sasaran permainan), dan lain sebagainya.
Kriteria selanjutnya melakukan klasifikasi pada leksem menurut permainan kecil. Jenis-jenis leksem itu antara lain: njiwit (memcubit sedikit kulit waktu bermain tung-tung balung), nyiting (mencubit atau menjawil sedikit rambut atau kulit pipi pada waktu membangunkan anak di permainan), dengklek (berjalan dengan mengangkat satu kaki ke atas), ngunclang (melempar biji sawo/kecik dengan tangan terbalik), nggacho (melempar batu dan menangkapnya dengan tangan),dan lain sebagainya.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa leksem yang digunakan beraktivitas yang dilakukan dalam dolanan bocah lebih melihat ke jenis permainan. Jenis permainan itu pula melihat pada besar atau kecilnya permaianan. Jumlah leksem dalam aktivitas atau kata kerja pada permainan besar kurang lebih ada delapan leksem.Urutan kedua disusul aktivitas pada permainan kecil memiliki kurang lebih lima leksem. Sementara pada klasifikasi orangnya Masyarakat Kecamatan Kemranjen, Banyumas hanya memiliki empat leksem. Kemudian leksem-lekse itu menjadi suatu kebudayaan dolanan bocah masyarakat tersebut.






BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan
Menangkap dari seluruh pembahasan dengan demikian dapat disimpulkan bahwa leksem yang digunakan beraktivitas yang dilakukan dalam dolanan bocah lebih melihat ke jenis permainan. Jenis permainan itu pula melihat pada besar atau kecilnya permaianan. Jumlah leksem dalam aktivitas atau kata kerja pada permainan besar kurang lebih ada delapan leksem, antara lain Mlumpat atau setring, nendhang atau nyempar, dengklek, ndodhok atau ndhogrok, ngiter, ngethungi,  mbalang atau nguncali, dsb.
Pada urutan kedua disusul aktivitas pada permainan kecil memiliki kurang lebih lima leksem, antara lain njiwit, nyiting, dengklek, ngunclang, nggacho, dsb. Sementara pada klasifikasi orangnya hanya memiliki empat leksem, antara lain masang, bawang kothong, sambit, dan lithung.

5.2. Saran
Setelah dilakukan penelitian terhadap leksem–leksem aktivitas dolanan bocah masyarakat Banyumas, penulis merasa masih banyak kekurangan dari penelitian ini, maka saran saya yakni:
1.      Analisis terhadap leksem–leksem aktivitas aktivitas dolanan bocah perlu dilakukan dengan menggunakan ruang lingkup yang berbeda, karena setiap ruang lingkup daerah memiliki ciri dan bahasa yang hampir berbeda. Misalkan dengan menggunakan bahasa masyarakat Jogja ataupun Solo.
2.      Analisis terhadap leksem–leksem aktivitas aktivitas dolanan bocah juga dapat dikaji dari aspek linguistik lain. Misalnya, antropolinguistik, sosiolinguistik, dan pragmatik.







DAFTAR  PUSTAKA


Aminuddin. 2001. Semantik: Pengantar Studi Makna. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Ardhany. 2010. “Analisis Komponen Makna Slang dalam Album Snoop Dogg Malice n Wonderland” (Skripsi). Semarang: Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro.
Chaer, Abdul. 2002. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.
Harianja, Nurilam. 2010. “Medan Makna Aktivitas Memasak Dalam Bahasa Perancis” (Tesis). Medan: Program Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara.
Kridalaksana, Harimurti. 2008. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia.
Sitanggang, dkk. 1997. Medan Makna Aktivitas Tangan dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa: Pengantar Penelitian Wahana Kebudayaan Secara Linguis. Yogyakarta: Duta Wacana University Press.
Tarigan, Henry Guntur. 1995. Pengajaran Semantik. Bandung: Offset Angkasa.